Kamis, 23 April 2015

Artikel II: Terapi Humanistic Eksistensial



Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Teori eksistensial-humaanistik  tidak  memiliki  teknik-teknik  yang ditentukan secara  ketat. Prosedur-prosedur  konseling  bisa  dipungut  dari beberapa  teori  konseling lainnya.  Metode-metode  yang  berasal  dari  teoriGestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan kedalam teori eksistensial-humanistik.  Buku The  Search  for  "Authenticity (1965)  dari  Bugental adalah  sebuah  karya  lengkap  yang  mengemukakan  konsep-konsep  dan prosedur-prosedur  psiko konseling eksistensial  yang  berlandaskan  model psikoanalitik. Ia   menggunakan   kerangka   psikoanalitik   untuk menerangkan   fase   kerja konselingyang   berlandaskan   konsep-konsep eksistensial   seperti   kesadaran,   emansipasi   dan   kebebasan,   kecemasan eksistensial, dan neurosis eksistensial.
Rollo May, seorang psikoanalisis Amerika yang diakui  luas  atas  pengembangan  psikokonseling eksistensial di  Amerika, juga  telah  mengintegrasikan  metodologi  dan  konsep-konsep  psikoanalisis ke dalam psikokonseling eksistensial. Pertanyaan-pertanyaan eksistensial   yang   menempati   kedudukan sentral dalam konseling adalah: Seberapa besar saya menyadari siapa saya ini? Bisa menjadi apa saya ini? Bagaimana saya bisa memilih menciptakan kembali  identitas  diri  saya  yang  sekarang?  Seberapa  besar  kesanggupan saya   untuk   menerima   kebebasan   memilih   jalan   hidup   saya   sendiri?
Bagaimana  saya  mengatasi  kecemasan  yang  ditimbulkan  oleh  kesadaran atas  pilihan-pilihan? Sejauh  mana  saya  hidup  dari  dalam  pusat  diri  saya sendiri? Apa yang saya lakukan untuk menemukan makna hidup ini? Apa saya menjalani hidup, ataukah saya hanya puas atas keberadaan saya? Apa yang saya lakukan untuk membentuk identitas pribadi yangsaya inginkan? Pada   pembahasan   di   bawah   ini   diungkap   dalil-dalil   yang   mendasari praktek     konseling     eksistensial-humanistik.     

Konsep Dasar Tentang Manusia
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.

Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
1.        Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

2.        Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

3.        Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.

Sumber :
Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar