Kamis, 23 April 2015

Artikel V: Terapi Humanistic Eksistensial



Konsep dasar eksistensialisme, yaitu;
  • Being-in-the-world: 
Para eksistensialis mengadopsi pendekatan fenomenologis dalam mencoba untuk memahami kemanusiaan. Bagi mereka, manusia hadir di dunia yang dapat dimengerti dengan baik dari sudut pandang kita sendiri. Persatuan dasar dari manusia dan lingkungannya diekspresikan dengan sebuah kata dalam bahasa Jerman, Dasein. Dasein artinya untuk hadir di sana atau secara harfiah berarti untuk eksis di dunia dan umumnya ditulis sebagai being-in-the-world. Tanda hubung dalam istilah tersebut digunakan untuk mengimplikasikan kesatuan dari subjek dan objek, dari manusia dan dunia. Manusia mengalami tiga bentuk being-in-the-world yang terjadi secara bersamaan:
-          Umwelt, hubungan individu dengan lingkungan;
-          Mitwelt, hubungan individu dengan orang lain;
-          Eigenwelt, hubungan individu dengan diri sendiri.

  • Non being:   
Konsep dasar terapi eksistensialisme, pendekatannya lebih kepada konseling dari pada model teoritis yang lengkap. Perkembangan kepribadian berdasarkan pada keunikan setiap individu. Sense of self sudah muncul sejak masa bayi. Self-determination dan suatu kecenderungan untuk pertumbuhan merupaka ide sentral. Penekanan pada masa kini dan masa depan.

Munculnya masalah atau gangguan
Saat manusia menyangkal takdirnya dan meninggalkan mitos-mitos, mereka kehilangan alasan untuk menjadi individu yang tidak memiliki arah. Tanpa suatu tujuan atau target, manusia menjadi sakit dan mulai terlibat dalam bermacam perilaku yang mnghancurkan serta merugikan diri sendiri.
Banyak orang dalam masyarakat barat merasa terasing dari dunia (Umwelt), dari orang lain (Mitwelt), dan terutama dari dirinya sendiri (Eigenwelt). Mereka merasa tidak signifikan di dunia dan semakin melakukan dehumanisasi pada individu. Perasaan yang tidak signifikan ini mengarah pada sikap apatis dan keadaan penurunan kesadaran.
May memandang psikopatologi sebagai kurangnya komunikasi—kurangnya kemampuan untuk mengetahui orang lain dan untuk membagi diri kita dengan mereka. Orang yang terganggu secara psikologis mengembangkan gejala-gejala neurotik, tidak untuk mendapatkan kebebasan mereka, tetapi untuk melepaskannya. Gejala-gejala tersebut mempersempit dunia fenomenologis mereka sampai pada suatu ukuran yang akan membuat coping menjadi lebih mudah.

Tujuan terapi:
  1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat kebebasan.
  2. Membantu klien untuk melihat bahwa mereka bebas dan menyadari kemungkinan-kemungkinan yang ada.
  3. Membantu mereka untuk mengenali bahwa mereka bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang awalnya terjadi atas mereka.
Peran terapis:
Terapis berusaha membangun hubungan satu lawan satu (Mitwelt) yang membuat klien mampu untuk lebih sadar akan dirinya dan hidup sepenuhnya dalam dunia mereka sendiri (Eigenwelt). Terapis dituntut untuk menjadi sangat terbuka dan tidak berbasa-basi serta untuk menentang klien.

Teknik-teknik terapi humanistic eksistensial
Menurut May, dalam psikoterapi ia tidak menawarkan arahan-arahan spesifik untuk diikuti. Terapi eksistensial tidak mempunyai satu set teknik atau metode khusus yang dapat diaplikasikan kepada semua klien. Terapis hanya memiliki diri mereka dan kemanusiaan untuk ditawarkan.

Sumber:
Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Artikel VI: Terapi Client-Centered



Terapi Person-Centered
Carl Rogers dikenal sebagai pencetus dari teori yang berpusat pada klien (Client-centered). Rogers mengembangkan teori kepribadian humanistik yang tumbuh dari pengalamannya sebagai praktisi psikoterapi. Ia pertama kali memformulasikan teori ini dalam bukunya Counseling and Psychotherapy yang terbit pada tahun 1942.
Rogers menyatakan manusia pada dasarnya adalah baik. Adapun karakteristik yang dimiliki manusia adalah postive, forward moving, constructive, realistic dan trustworthy. Setiap pribadi adalah orang yang sadar, terarah dari dalam dan bergerak ke arah aktualisasi diri, sejak dari bayi
Rogers mengajukan dua asumsi umum dalam teorinya;
  1. Kecenderungan Formatif: Rogers percaya bahwa terdapat kecenderungan dari setiap hal, baik organik maupun non-organik, untuk berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks.
  2. Kecenderungan Aktualisasi: Kecenderungan manusia untuk bergerak menuju keutuhan atau pemuasan dari potensi. Aktualisasi meliputi seluruh bagian manusia—fisiologis dan intelektual, rasional dan emosional, kesadaran dan ketidaksadaran.
Aktualisasi diri menurut Rogers adalah dorongan yang paling menonjol dan memotivasi eksistensi dan mencakup tindakan yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian. Rogers memandang manusia sebagai self-theory karena konsep self adalah sentral dalam teorinya. Self berasal dari pengalaman seseorang dan kesadaran tentang self ini mambantu orang untuk membedakan dirinya dengan orang lain.
Aktualisasi diri menurut Rogers terbagi dua subsistem, yaitu konsep diri dan diri ideal. Konsep diri meliputi seluruh aspek dalam keberadaan dan pengalaman seseorang yang tidak disadari oleh individu tersebut. Sedangkan, diri ideal didefinisikan sebagai pandangan seseorang atas diri sebagaimana yang diharapkannya. Diri ideal meliputi semua atribut, biasanya hal positif yang dimiliki oleh seseorang.
Dalam terapi ini, klien mengalami perasaan-perasaan yang dulunya ditolak. Klien mengaktualisasikan potensi dan mengarah pada peningkatan kesadaran, spontanitas, percaya pada diri, dan iner-directednes. Terapi ini berfokus pada saat ini, pengalaman, dan pengungkapan perasaan.

Munculnya masalah atau gangguan
Kemunculan masalah atau gangguan pada manusia terjadi saat seseorang mengalami penghargaan bersyarat, inkongruensi, sikap defensif dan disorganisasi. Penghargaan bersyarat dan evaluasi eksternal dapat berakibat pada kerentanan munculnya kecemasan dan ancaman serta menghambat manusia dari merasakan penerimaan positif yang tidak bersyarat. Inkongruensi berkembang saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak selaras. Saat diri organismik dan diri yang dirasakan tidak kongruen, manusia cenderung menjadi defensif serta menggunakan distorsi dan penyangkalan sebagai usaha untuk mengurangi inkongruensi. Manusia mengalami disorganisasi saat distorsi dan penyangkalan tidak cukup untuk menahan inkongruensi.
Orang-orang yang rentan tidak menyadari inkongruensi mereka dan mempunyai kemungkinan untuk merasa lebih cemas, terancam dan defensif.

Peran terapis:
Peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap-sikap mereka, tidak pada teknik-teknik yang dirancang agar klien melakukan sesuatu. Sikap-sikap terapis memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori atau teknik-teknik yang mereka miliki. Terapis berperan untuk menyediakan iklim yang aman sehingga kondusif untuk eksplorasi diri.

Tujuan terapi:
-    Klien diharapkan dapat mengenali hambatan-hambatan ke arah pertumbuhan dan dapat mengalami aspek-aspek dalam self yang awalnya ditolak atau didistorsi.
-            Memungkinkan klien untuk terbuka, percaya pada diri dan meningkatkan spontanitas.


Teknik-teknik terapi person-centered
Menurut Rogers (dalam Flanagan & Flanagan, 2004: 183) konselor harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu konseli, yaitu congruence, unconditional positive regard, dan accurate empathic understanding
a.         Congruence
Konsep yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama
b.        Unconditional positive regard 
Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau  penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan,  perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar  pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
c.         Accurate empathic understanding 
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar- benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam  berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap  perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia  pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.

Sumber :
Feist, J & Feist, G. 2010. Theories of Personality (7th ed). New York: Mc Graw Hill.

Rabu, 25 Maret 2015

Artikel 3 : Penjelasan dari perbedaan psikoterapi dan konseling, penjelasan terhadap mental illness (biological, psychological, sociological dan philosophic), penjelasan dari bentuk-bentuk utama terapi (supportive, reeducative dan reconstructive)


Nama : Helen Yohana Sirait
Kelas  : 13512371
NPM  : 3PA01


A.     Perbedaan  psikoterapi dan konseling
Perlu dijelaskan kembali sebelumnya mengenai perbedaan antara psikoterapi dan konseling, bahwa dijelaskan menurut Wolberg dan Frank (1967, dalam Slamet 2003) psikoterapi adalah suatu bentuk perlakuan (treatment) terhadap masalah yang sifatnya emosional, di mana seorang yang terlatih secara sengaja membina hubungan profesional dengan seorang klien, dengan tujuan menghilangkan, mengubah atau memperlambat simtom, untuk mengantarai pola perilaku terganggu, dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang positif. Sedangkan menurut Gladding (2004, dalam Lesmana 2005) mengatakan bahwa definisi konseling profesional yang diterima oleh American Counseling Association(ACA) adalah aplikasi dari prinsip-prinsip kesehatan mental, psikologi, atau perkembangan manusia melalui intervensi kognitif, aafektif, behavioral atau sistemik, strategi yang memperhatikan kesejahteraan (wellness), pertumbuhan pribadi, atau pengembangan karier, tetapi juga patologi.

Konseling
1.      Berpusat pandang masa kini dan masa yang akan datang melihat dunia klien.
2.      Klien tidak dianggap sakit mental dan hubungan antara konselor dan klien itu sebagai teman yaitu mereka bersama-sama melakukan usaha untuk tujuan tujuan tertentu terutama bagi orang yang ditangani tersebut.
3.      Konselor mempunyai nilai-nilai dan sebagainya, tetapi tidak akan memaksakannya kepada individu yang dibantunya konseling berpusat pada pengubahan tingkah laku,teknik-teknik yang dipakai lebih bersifat manusiawi.
4.      Konselor bekerja dengan individu yang normal yang sedang mengalami masalah.
Psikoterapi
1.      Berpusat pandang pada masa yang lalu-melihat masa kini individu,
2.      Klien dianggap sakit mental.
3.      Klien dianggap sebagai orang sakit dan ahli psikoterapi (terapis) tidak akan pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk membantu merumuskan tujuan-tujuan,
4.       Terapis berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu kepada orang yang ditolongnya.
5.       Psikoterapis berpusat pada usaha pengobatan teknik-teknik yang dipakai adalah yang telah diresepkan,
6.      Terapi bekerja dengan “dunia dalam” dari kehidupan individu yang sedang mengalami masalah berat, psikologi dalam memegang peranan.

B.     Pendekatan psikoterapi terhadap mental illness
J.P. Chaplin berpendapat bahwa mental illness atau mental disorder (kekacauan mental, penyakit mental) merupakan sebarang ketidak mampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya, yang mengakibatkan ketidak mampuan tertentu. Sumber kekacauan tersebut bisa bersifat psikogenesis maupun organis, dan mencakup reaksi psikotis maupun reaksi neurotis yang lebih serius. Ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:
1.       Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
2.      Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
3.      Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
4.      Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

C.     Bentuk-bentuk utama terapi
1.      Terapi Supportive
Terapi suportif atau pendukung adalah pengobatan yang diarahkan untuk menjaga integritas fisiologis atau fungsional pasien sampai pengobatan yang lebih definitif dapat dilaksanakan, atau sampai daya penyembuhan pasien berfungsi untuk meniadakan kebutuhan perawatan lebih lanjut.
Tujuan dari terapi supportive adalah :
1.      Menaikkan fungsi psikologi dan social
2.      Menyokong harga dirinya dan keyakinan dirinya sebanyak mungkin
3.      Menyadari realitas, keterbatasannya, agar dapat diterima
4.      Bertujuan agar penyesuaian baik
5.      Mencegah ketergantungan pada dokter
6.      Memindahkan dukungan profesional kepada keluarga

2.      Terapi Reeducative
Tujuan dari reeducative therapy adalah untuk mencapai pengertian tentang konflik-konflik yang letaknya lebih banyak di alam sadar, dengan usaha berencana untuk menyesuaikan diri kembali, memodifikasikan tujuan dan membangkitkan serta mempergunakan potensi kreatif yang ada.
Cara-cara psikoterapi reeducative antara lain ialah sebagai berikut :
1.      Terapi hubungan antar manusia (relationship therapy)
2.      Terapi sikap (attitude therapy)
3.      Terapi wawancara (interview therapy) analisa dan sinthesa yang distributif (terapi psikobiologik Adolf Meyer)
4.      Konseling terapetik
5.      Terapi case work
6.      Reconditioning
7.      Terapi kelompok yang reedukatik
8.      Terapi somatik 2

3.      Terapi Reconstuctive
Terapi reconstructive adalah terapi yang menyelami alam tak sadar melalui teknik seperti asosiasi bebas, interpretasi mimpi, analisa daripada transfersi. Tujuannya adalah untuk merubah kepribadian sehingga tak hanya tercapai suatu penyesuaian diri yang lebih efisien, akan tetapi juga suatu maturasi daripada perkembangan emosional dengan dilahirkannya potensi adaptif baru.
Metode dan teknik pendekatannya antara lain :
1.      Psikoanalisis
2.      Pendekatan transaksional (transactional therapy)
3.      Penyembuhan analitik berkelompok

Sumber Artikel 1, 2 dan 3 :

Gunarsa, Singgih D. 2007. Konseling dan psikoterapi. Jakarta : Gunung Mulia
http://www.academia.edu/4892614/A
Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Gunarsa, Singgih. D. (2004). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
http://www.academia.edu/6953348/Perbedaan_konseling_dengan_psikoterapi
Slamet, S & Sumarmo M. (2003). Pengantar psikologi klinis. Jakarta: Universitas Indonesia

http://www.slideshare.net/iebeiyan/45620167-psikoterapisuportif